OLIGOPOLI
DEFINISI
pasar di
mana penawaran satu jenis barang dikuasai oleh beberapa perusahaan. Umumnya
jumlah perusahaan lebih dari dua tetapi kurang dari sepuluh.
Dalam pasar oligopoli, setiap perusahaan memposisikan dirinya sebagai bagian
yang terikat dengan permainan pasar, di mana keuntungan yang mereka dapatkan
tergantung dari tindak-tanduk pesaing mereka. Sehingga semua usaha promosi,
pengenalan produk baru, perubahan harga, dan sebagainya dilakukan dengan tujuan
untuk menjauhkan konsumen dari pesaing mereka.
Dalam
Undang-undang No. 5 Tahun 1999, oligopoli dikelompokkan ke dalam kategori
perjanjian yang dilarang, padahal umumnya oligopoli terjadi melalui keterkaitan
reaksi, khususnya pada barang-barang yang bersifat homogen atau identik dengan
kartel, sehingga ketentuan yang mengatur mengenai oligopoli ini sebagiknya
digabung dengan ketentuan yang mengatur mengenai kartel
Sifat-sifat pasar oligopoli :
- Harga produk yang dijual relatif sama
- Pembedaan produk yang unggul merupakan kunci sukses
- Sulit masuk ke pasar karena butuh sumber daya yang besar
- Perubahan harga akan diikuti perusahaan lainMacam-macam oligopoli
Oligopoli murni yang ditandai beberapa perusahaan yang menjual produk homogen.
Oligopoli dengan perbedaan yang ditandai beberapa perusahaan menjual produk
yang dapat dibedakan.Dampak negatif oligopi terhadap perekonomian:
- Keuntungan yang yang terlalu besar bagi produsen
dalam jangka panjang
- Timbul inifisiensi produksi
- Eksploitasi terhadap konsumen dan karyawan
perusahaan
- Harga tinggi yang relatif stabil (sulit turun)
menunjang inflasi yang kronis
- Kebijakan pemerintah dalam mengatasi oligopoli
- Pemerintah mempermudah masuknya perusahaan baru
untuk masuk kepasar untuk menciptakan persaingan
- Diberlakukannya undang-undang anti kerja sama
antar produsen.
Praktek oligopoli umumnya dilakukan
sebagai salah satu upaya untuk menahan perusahaan-perusahaan potensial untuk
masuk kedalam pasar, dan juga perusahaan-perusahaan melakukan oligopoli sebagai
salah satu usaha untuk menikmati laba normal di bawah tingkat maksimum dengan
menetapkan harga jual terbatas, sehingga menyebabkan kompetisi harga diantara
pelaku usaha yang melakukan praktek oligopoli menjadi tidak ada. Struktur pasar
oligopoli umumnya terbentuk pada industri-industri yang memiliki capital intensive yang
tinggi, seperti, industri semen, industri mobil, dan industri kertas. Asumsi
yang mendasari kondisi di pasar oligopoli adalah pertama, penjual sebagai price
maker. Penjual bukan hanya sebagai price maker, tetapi setiap perusahaan juga
mengakui bahwa aksinya akan mempengaruhi harga dan output perusahaan lain, dan
sebaliknya. Kedua, penjual bertindak secara strategik. Asumsi ketiga,
kemungkinan masuk pasar bervariasi dari mudah (free entry) sampai tidak mungkin
masuk pasar (blockade), dan asumsi keempat pembeli sebagai price taker. Setiap
pembeli tidak bisa mempengaruhi harga pasar.
Berikut ini adalah bagian dari isi UU No.5 Tahun 1999 tentang pasar oligopoli
Oligopoli
Pasal 4
(1) Pelaku
usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk secara
bersamasama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau
jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana
dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu
Bagian Kedua
Penetapan Harga
Pasal 5
(1) Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk
menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalaim ayat (1) tidak berlaku bagi:
a. suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; atau
b. suatu perjanjian yang didasarkan undang-undang yang berlaku.
Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat rperjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu
harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh
pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah
daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
MONOPOLI
1. UU No. 30
Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang,
a. pasal 1 bahwa :
Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang
tekhnologi dan/atau bisnis, mempuyai nilai ekonomi karena berguan dalam
kegiatan usaha dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik rahasia dagang.
b. pasal 2 bahwa Ruang Lingkup dari rahasia dagang adalah :
“ Lingkup perlindungan rahasia dagang meliputi metode produksi, metode
pengolahan, metode penjualan atau informasi lain di bidang teknologi dan atau
bisnis yang memiliki nilai ekonomi dan tidak diketahui oleh masyarakat umum.
2. UU No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO)
Undang – undang yang dilarang prektek monopoly:
1. Pasal 1
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
a. Monopoli adalah penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau
atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku
usaha.
b. Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih
pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat
dan dapat merugikan kepentingan umum.
c. Pemusatan kekuatan ekonomi adalah penguasaan yang nyata atas suatu pasar
bersangkutan oleh satu atau lebih pelaku usaha sehingga dapat menentukan harga
barang dan atau jasa.
d. Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing
yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang
dikuasai, atau pelaku usahamempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di
pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada
pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau
permintaan barang atau jasa tertentu.
e. Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha,baik yang
berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersamasamamelalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai
kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.
f. 6.Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antarpelaku usaha dalam
menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang
dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan
usaha.
g. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk
mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apa
pun, baik tertulis maupun tidak tertulis.
h. Persekongkolan atau konspirasi usaha adalah bentuk kerjasama yang dilakukan
oleh pelaku usaha dengan pelaku usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar
bersangkutan bagi kepentingan pelaku usaha yang bersekongkol.
i. Pasar adalah lembaga ekonomi di mana para pembeli dan penjual baik secara
langsung maupun tidak langsung dapat melakukan transaksi perdagangan barang dan
atau jasa.
j. Pasar bersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengan jangkauan atau daerah
pemasaran tertentu oleh pelaku usaha atas barang dan atau jasa yang sama atau
sejenis atau substitusi dari barang dan atau jasa tersebut.
k. Struktur pasar adalah keadaan pasar yang memberikan petunjuk tentang
aspek-aspek yang memiliki pengaruh penting terhadap perilaku pelaku usaha dan
kinerja pasar, antara lain jumlah penjual dan pembeli, hambatan masuk dan
keluar pasar, keragaman produk, sistem distribusi, dan penguasaan pangsa pasar.
l. Perilaku pasar adalah tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam
kapasitasnya sebagai pemasok atau pembeli barang dan atau jasa untuk mencapai
tujuan perusahaan, antara lain pencapaian laba, pertumbuhan aset, target
penjualan, dan metode persaingan yang digunakan.
m. Pangsa pasar adalah persentase nilai jual atau beli barang atau jasa
tertentu yang dikuasai oleh pelaku usaha pada pasar bersangkutan dalam tahun
kalender tertentu.
n. Harga pasar adalah harga yang dibayar dalam transaksi barang dan atau jasa
sesuai kesepakatan antara para pihak di pasar bersangkutan.
o. Konsumen adalah setiap pemakai dan atau pengguna barang dan atau jasa baik
untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain.
p. Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik
bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau mpelaku usaha.
q. Jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang
diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku
usaha.
r. Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi
pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek
monopoli dan ataupersaingan usaha tidak sehat.
s. Pengadilan Negeri adalah pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ditempat kedudukan hukum usaha pelaku usaha.
ASAS DAN TUJUAN
2. Pasal 2
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan
demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku
usaha dan kepentingan umum.
3. Pasal 3
Tujuan pembentukan undang - undang ini adalah untuk: a. menjaga kepentingan
umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat; b. mewujudkan iklim usaha yang kondusif
melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya
kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil; c. mencegah praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha; dand.
terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
4. Pasal 4
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
secara bersama-sama melakukan penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan
atau jasa yang dapatmengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama melakukan
penguasaan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, sebagaimana
dimaksud ayat (1), apabila 2 (dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok
pelaku usaha menguasai lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
5. Pasal 5
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi:a. suatu
perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan; ataub. suatu perjanjian yang
didasarkan undang-undang yang berlaku.
6. Pasal 6
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu
harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh
pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama.
7. Pasal 7
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
8. Pasal 8
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat
persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok
kembali barang dan atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih rendah
daripada harga yang telahdiperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.
9. Pasal 9 (Bagian Ketiga Pembagian Wilayah)
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang
bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang
dan atau jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
10. Pasal 10 (Bagian Keempat Pemboikotan Pasal)
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya,
yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik
untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya,
untuk menolak menjual setiap barang dan atau jasa dari pelaku usaha lain
sehingga perbuatan tersebut:a. merugikan atau dapat diduga akan merugikan
pelaku usaha lain; ataub. membatasi pelaku usaha lain dalam menjual atau
membeli setiap barang dan atau jasa dari pasar bersangkutan.
11. Pasal 11
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang
bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran
suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
12. Pasal 12
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang
lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
masing-masing perusahaan atauperseroan anggotanya, yang bertujuan untuk
mengontrol produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa, sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
13. Pasal 13
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan pasokan
agar dapat mengendalikan harga atas barang dan atau jasa dalam pasar
bersangkutan, yangdapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap secara bersama-sama menguasai
pembelian atau penerimaan pasokan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila 2
(dua) atau 3 (tiga) pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai lebih
dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
14. Pasal 14
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
15. Pasal 15
1. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan
memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak
tertentu dan atau pada tempat tertentu.
2. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain yang memuat
persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa tertentu harus
bersedia membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok.
3. Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau potongan harga
tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat persyaratan bahwa pelaku usaha
yang menerima barang dan atau jasa dari pelaku usaha pemasok:a. harus bersedia
membeli barang dan atau jasa lain dari pelaku usaha pemasok; ataub. tidak akan
membeli barang dan atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang
menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok.
16. Pasal 16
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak lain di luar negeri yang
memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
17. Pasal 17
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran
barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
apabila:a. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya;
ataub. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan
usaha barang dan atau jasa yang sama; atauc. satu pelaku usaha atau satu
kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar
satu jenis barang atau jasa tertentu.
18. Pasal 18
1. Pelaku usaha dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli
tunggal atas barang dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktekmonopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
2. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau
menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku
usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh
persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
19. Pasal 19
Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri
maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa :a. menolak dan atau
menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada
pasar bersangkutan; ataub. menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha
pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya
itu; atauc. membatasi peredaran dan atau penjualan barang dan atau jasa pada
pasar bersangkutan; ataud. melakukan praktek diskriminasi terhadap pelaku usaha
tertentu.
20. Pasal 20
Pelaku usaha dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara
melakukan jual rugi atau menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud
untuk menyingkirkan atau mematikan usaha pesaingnya di pasar yang bersangkutan
sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
21. Pasal 21
Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan
biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang
dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
22. Pasal 22
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau
menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan
usaha tidak sehat.
23. Pasal 23
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan
informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia
perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak
sehat.
24. Pasal 24
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud
agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan
menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang
dipersyaratkan.
25. Pasal 25
1. Pelaku usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk:a. menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan
untuk mencegah dan atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan atau jasa
yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; ataub. membatasi pasar dan
pengembangan teknologi; atauc. menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi
menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
2. Pelaku usaha memiliki posisi dominan sebagaimana dimaksud ayat (1) apabila:a.
satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% (lima puluh
persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu; ataub.
dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% (tujuh
puluh lima persen) atau lebih pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu.
26. Pasal 26
Seseorang yang menduduki jabatan sebagai direksi atau komisaris dari suatu
perusahaan, pada waktu yang bersamaan dilarang merangkap menjadi direksi atau
komisaris pada perusahaan lain, apabila perusahaan–perusahaan tersebut:a.
berada dalam pasar bersangkutan yang sama; ataub. memiliki keterkaitan yang
erat dalam bidang dan atau jenis usaha;atauc. secara bersama dapat menguasai
pangsa pasar barang dan atau jasa tertentu, yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
27. Pasal 27
Pelaku usaha dilarang memiliki saham mayoritas pada beberapa perusahaan sejenis
yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang yang sama pada pasar bersangkutan
yang sama, atau mendirikan beberapa perusahaan yang memiliki kegiatan usaha
yang sama pada pasarbersangkutan yang sama, apabila kepemilikan tersebut
mengakibatkan:a. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa
tertentu;b. dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai
lebih dari 75% (tujuh puluh lima persen) pangsa pasar satu jenis barang atau
jasa tertentu.
28. Pasal 28
1. Pelaku
usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan usaha yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopolio dan atau persaingan usaha tidak
sehat.
2. Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan lain
apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan usaha yang
dilarang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai
pengambilalihan saham preusan sebagaimana dimaksud ayat dalam (2) pasal ini,
diatur dalam Peraturan Pemerintah.
29 Pasal 29
- Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau
pengambilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat
nilai aset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib
diberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan tersebut.
2. Ketentuan tentang penetapan nilai aset dan atau nilai penjualan serta
tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat